NEWS UPDATE :  

Berita

Peringatan Hari Santri Nasional 2023 dan Sejarah Ditetapkannya Sebagai Hari Besar Nasional

Alhamdulillah Yayasan Al Ishlahiyyah Wonorejo Pasuruan secara rutin menyelenggarakan “Peringatan Hari Santri Nasional” yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Namun peringatan Setiap tanggal 22 Oktober yang diperingati sebagai Hari Santri Nasional untuk tahun 2023 ini memang agak berbeda. Kalau tahun-tahun sebelumnya biasanya yang menjadi petugas upacaranya adalah santri yang notabenenya sebagai siswi MTs dan MA, maka untuk tahun 2023 tni yang menjadi petugas upacaranya adalah santri Madrasah Diniyah, pengurus asrama dan pesantren serta ustadzah yang mukim di pesantren. Dan yang bertindak sebagai inspiktur upacara adalah Gus Adhim yang notabenenya sebagai menantu tunggal dari Abuya Abdul Aziz dan Ummah Ucik Nurul Hidayati.

 

Setelah acara upacara Peringatan Hari Santri Nasional selesai, maka dilanjutkan dengan acara pentas seni penampilan dari santri Madin dan Pesantren yang kebetulan merupakan  acara pra haflah akhirus sanah santri Madin dan Pesantren. Acara tersebut diisi dengan tampilan santri Madin berupa Parade Nadhom Imrithi, Musabaqoh Syahril Qur’an (MSQ) dan Drama Kolosal yang menceritakan kehidupan zuhud Sayyidina Ali bin Abi Tholib dengan Sang istri Sayyidatuna Fatimatuz Zahro Albatul dengan memakai dua bahasa, bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.

 

Mungkin dari kita masih belum faham betul kenapa ada hari santri, sejak kapan ada hari santri dan bagaimana sejarah hari santri dikukuhkan sebagai hari besar nasional.  Hal ini berawal dari usulan masyarakat pesantren sebagai momentum untuk mengingat, mengenang, dan meneladani kaum santri yang telah berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia. Usulan tersebut pada mulanya menuai polemik, banyak yang setuju, ada pula yang menolaknya. Beragam alasan penolakan muncul, mulai dari kekhawatiran polarisasi, hingga ketakutan akan adanya perpecahan karena ketiadaan pengakuan bagi selain santri. Namun, Presiden Joko Widodo pada akhirnya memutuskan untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri.

 

Hal itu dilakukan melalui penandatanganan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri pada 15 Oktober 2015 silam. Keputusan presiden tersebut didasari tiga pertimbangan. Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengisi kemerdekaan. Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, perlu ditetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober. Ketiga, tanggal 22 Oktober tersebut diperingati merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia yang mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan penjajah.

 

Hal ini sejalan dengan tiga alasan pentingnya penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri yang disampaikan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghoffar Rozin. Ia menjelaskan bahwa tanggal tersebut mengingatkan pada Resolusi Jihad yang dicetuskan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, sebuah ketetapan yang menggerakkan massa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. “Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945,” ungkap Gus Rozien. Kedua, lanjutnya, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (wilayah Islam) pada Muktamar Ke-11 NU di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. “Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah itu. Berikutnya, ia menjelaskan bahwa pentingnya 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri karena kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Para kiai dan santri selaluh berada di garda terdepan untuk mengawal NKRI dan memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali bahwa NU adalah yang pertama kali mengakui tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozin. Dengan demikian, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. “Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi, Pada mulanya, Hari Santri diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur pada hari Jumat, 27 Juni 2014, saat menerima kunjungan Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden.

Namun, pada perkembangannya, PBNU mengusulkan agar 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri, bukan 1 Muharram. Hal itu dilatari peristiwa sejarah Resolusi Jihad. Di usia yang baru menginjak dua bulan merdeka, Indonesia kembali diserang oleh Sekutu yang hendak merebut kemerdekaan dari tangan bangsa Indonesia. Demi mempertahankannya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad. Dikutip dari Fatwa dan Resolusi Jihad karya KH Ng Agus Sunyoto, fatwa tersebut berisi tiga poin penting, yakni sebagai berikut. 1. Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin, meskipun bagi orang fakir, 2. Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid, dan 3. Hukum untuk orang yang memecah persatuan kita sekarang ini, wajib dibunuh.

Alhamdulillah terima kasih bapak Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Semoga bapak sehat selalu dan panjang umur. Amiin